3/25/2004

Perlakuan Alpha, Pelajaran Pertama Bagi Pemilik Anjing

Ada suatu masa di mana kami sekeluarga merasa terganggu dengan kehadiran anjing kami yang bernama Betsy, seekor rottweiler yang saat itu berumur 6 bulan.
Sepulang saya dari kantor, Betsy selalu membuat suasana gaduh dan bising dengan gonggongannya dan baru berhenti setelah saya ajak jalan-jalan keluar. Keadaan ini semakin hari semakin parah sehingga jalan-jalan malam hari menjadi kegiatan rutin yang wajib dilaksanakan pertama kali sepulang saya dari kantor. Kalau tidak, dipastikan gonggongan Betsy akan semakin keras sehingga mengganggu tetangga.
Apa yang terjadi? Bagaimana mengatasinya?

Alpha

Perburuan saya ke berbagai narasumber untuk mengatasi hal ini memberikan kesimpulan bahwa Betsy telah menjadi Alpha, suatu kondisi mental dimana dia merasa menjadi penguasa yang kemauannya harus dituruti. Keyakinan atas kepemimpinan dan kekuasaannya makin hari makin kuat sehingga dia merasa berhak diperlakukan istimewa: sepulang dari kantor saya harus mengajaknya jalan-jalan terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan lainnya. Alamak.....……

Disadari atau tidak, sebenarnya kamilah yang membuat Betsy berperilaku seperti itu. Maka jadilah judul di atas ‘perlakuan’ dan bukan ‘perilaku’, karena sesungguhnya sikap pemilik-lah yang menjadikan seekor anjing menjadi alpha.
Di alam aslinya, anjing adalah binatang yang hidup berkelompok (pack), dan setiap kelompok memerlukan pemimpin yang dalam hal ini disebut ‘alpha’. Secara naluriah, masing-masing anggota kelompok akan saling menguji kemampuannya untuk menjadi pemimpin dan salah satu hasil dari ‘uji-nyali’ ini adalah hirarki kelompok tersebut. Sang alpha berhak untuk selalu mendapatkan yang terbaik: makanan, tempat tidur, respek, perlakuan, dan sebagainya. Sebagai imbalannya, dia akan memberikan perlindungan, kenyamanan dan ketenangan bagi seluruh anggotanya sehingga keharmonisan kelompok selalu terjaga.

Bagi anjing peliharaan, Anda dan seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak dan para pembantu rumah-tangga adalah anggota kelompoknya. Dan secara naluriah, anjing Anda akan selalu menguji kepemimpinan Anda dan setiap anggota keluarga sampai dia menemukan posisinya yang tepat dalam hirarki kelompoknya. Bagi anjing alpha, alih-alih menuruti perintah pemiliknya mereka malah memerintah pemiliknya. Apabila pemilik melarangnya melakukan sesuatu, mereka bukannya menurut malah menggeram, mengancam bahkan menggigit.

Sebaliknya, anjing pengikut akan menunjukkan tanda-tanda ‘subordinasi’ yang berbentuk kepatuhan, ketaatan, kasih-sayang dan respek. Bukan ketakutan dan kemanjaan. Indikasi yang paling gampang dilihat adalah anjing lebih mudah ditangani, dilatih dan dirawat, misalnya disisir, digunting kukunya, dimandikan, dan dibersihkan telinganya. Intinya, anjing jauh dari sifat beringas, galak dan ganas, atau sebaliknya manja dan kolokan, tetapi lebih menonjolkan sikap kasih-sayang dan kepercayaan total pada keluarga.

Pertarungan untuk menjadi alpha tidak harus berbentuk kekerasan atau adu kekuatan fisik, melainkan lebih ke ‘perang urat syaraf’ dan trik-trik mental untuk memenangkan kepercayaan. Dominasi yang diperoleh dari kekerasan akan menghasilkan anjing yang penakut tapi berpotensi memunculkan keganasannya dengan tiba-tiba secara tidak terduga.

Apa yang harus dilakukan ?

Anjing adalah anjing, bukan manusia. Oleh sebab itu tindakan utama yang harus dilakukan adalah mengembalikan anjing pada posisi terbawah dalam hirarki keluarga. Dia harus menunjukkan sikap ‘subordinasi’ kepada seluruh anggota keluarga termasuk kepada anak-anak dan para pembantu rumah-tangga. Cara yang paling mudah dilakukan adalah dengan mencabut seluruh ‘perlakuan istimewa’ yang saat ini diterapkan kepadanya, selalu menanamkan kesan bahwa ‘dia anggota keluarga dengan hirarki terbawah’ dan menghindari tindakan-tindakan yang dapat dipersepsikan oleh si anjing bahwa dialah ‘sang penguasa’.
Beberapa hal kecil yang dapat kita lakukan adalah :
Melarang anjing tidur dan duduk di tempat tidur/duduk kita, melarangnya memper-mainkan mainan anak-anak kita dan makan dari tempat makan yang disimpan di sekitar rak-rak piring kita.

Selalu menyapanya pada urutan terakhir jauh setelah kita menyapa anggota keluarga lainnya. Hal ini perlu dilakukan secara demonstratif di depannya. Misalnya ketika anjing menggonggong melihat kedatangan kita, kita mendekatinya namun kita ’cuekin’ sebentar tanpa melihatnya sekilaspun, bahkan di hadapannya kita panggil anak-anak atau pembantu untuk berbicara sebentar baru kemudian menyapa anjing kita.

Ketika membawa mangkok makan / makanan kepadanya, menjelang diberikan kita berhenti dan di hadapannya kita mengobrol sebentar dengan pembantu rumah–tangga atau orang lain. Kadang-kadang bahkan kita suruh pembantu (setelah ngobrol) untuk memberikannya. Kita perlu tunjukkan kepadanya bahwa penentu kapan makanan diberikan adalah kita, bukan dia.
Untuk anjing yang sangat dominan, penanaman hirarki dapat dilakukan dengan manipulasi jadwal pemberian makanan. Masukkan anjing dalam kandang, selama dua atau tiga hari pura-pura diabaikan, tidak diberi makan melainkan hanya minum saja, kemudian kita beri makan dan sapaan. Tujuannya adalah agar anjing merasa hutang budi kepada kita dan percaya bahwa kita tidak menyakitinya bahkan berbuat baik kepadanya. Hal yang sama dilakukan oleh masing-masing anggota keluarga secara bergantian.

Perintah ‘duduk’ atau ‘sit’ sangat penting untuk menekan perilaku alpha. Biasakan memberi perintah ‘duduk’ atau ‘sit’ kepada anjing Anda sebelum dia makan, berlatih, bermain atau melakukan aktivitas lainnya. Anjing harus benar-benar mengerti bahwa kita adalah penentu kapan aktivitas dapat dimulai, dan aktivitas boleh dilanjutkan setelah dia menunjukkan ‘tunduk’ dan ‘patuh’ pada kita.

Bagaimana dengan Betsy?

Hal pertama yang saya lakukan terhadap Betsy adalah secara demonstratif mengabaikannya. Sepulang kerja saya akan ngobrol dengan keluarga tanpa menghiraukannya. Setelah itu, di hadapan kandangnya saya membaca koran sore tanpa melihatnya sekilaspun. Pada hari-hari pertama salakannya dan gonggongannya luar biasa. Namun saya harus tetap memberikan impresi bahwa sayalah ‘penguasa’ bukan dia. Ketika salakannya berhenti karena kecapaian atau barangkali putus asa, baru saya menyapanya. Makin lama durasi gonggongan makin pendek dan setelah beberapa minggu hilang sama sekali. Pada saat itu bolehlah Betsy sekali-sekali diajak jalan-jalan malam lagi. (Poerwadi Waspodo, 25 Maret 2004)