2/25/2005

Standar Performans Anjing Bali

oleh : drh. Pudji Rahardjo

Performans Warna bulu pada Anjing Kintamani (Bali)
Pengertian Umum
Untuk menetapkan sebuah ras diperlukan standar performans. Performans atau penampilan individu ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan kromosom yang dimiliki individu tadi. Oleh karena itu, faktor genetik sudah ada sejak terjadinya pembuahan atau bersatunya sel telur dan sel spermatozoa. Pengaruh faktor genetik bersifat baka, artinya tidak akan berubah selama hidupnya, sepanjang tidak terjadi mutasi dari gen penyusunnya, pengaruh faktor genetik dapat diwariskan kepada anak keturunannya., Sebaliknya, faktor lingkungan bersifat tidak baka dan tidak dapat diwariskan kepada anak keturunnanya. Faktor lingkungan cenderung tergantung pada kapan dan di mana individu tadi berada (Harjosobroto.W. 1994).
Latar Belakang dan Masalah
Per-Anjing-an di Indonesia saat ini telah tumbuh dan berkembang sangat pesat. Jumlah penggemar maupun jumlah jenis-jenis anjing yang dipelihara terus rneningkat, dan seiring dengan itu bermunculan pembiak anjing di mana-mana. Jadilah anjing sebagai barang bisnis yang dapat memberikan keuntungan, Sangat disayangkan, di antara sederetan nama anjing trah belum satupun berasal dari Indonesia. Sebagai contoh, Anjing Gembala Jerman berasal dan Jerman, Pekingese berasal dari Cina, Afgan Hound berasal dan Afganistan.
Anjing merupakan hewan yang paling luas daerah penyebarannya di dunia, diasumsikan di mana ada kehidupan manusia terdapat pula anjing. Manusia memanfaatkan hewan ini pada era peradaban kuno sebagai teman berburu. Pada masa sekarang keberadaan hewan ini mengikuti perkembangan peradaban dan kebudayaan manusia dan menjadi kelompok hewan kesayangan yang lazim disebut Pet Animal (Pudji-Rahardjo,1984). Pada saat ini sekitar 400 ras anjing di dunia telah terdaftar pada Federation Cynologique internationale (FCI), dan Asian Kennel Union (A.K. U) (Onny-Untung,2002). Dari jumlah tersebut diperkirakan sekitar 200 ras anjing telah terdaftar pada Perhimpunan Kinologi Indonesia (PERKIN). Jumlah tersebut terus bertambah, baik karena adanya persilangan maupun karena pengenalan ras-ras baru yang tadinya belum mendapat perhatian, misalnya Anjing Dieng, Anjing Tengger, Anjing Kintamani-Bali (Soerono, 1985; PudjiRahardjo,1985).
Anjing termasuk Familia Canidae, ordo Carnivora (pemakan daging), satu Genus dengan serigala, rubah, serta anjing racoon. Anjing dan serigala mempunyai hubungan yang dekat bila dilihat dari segi performan dan tingkah lakunya, bahkan diduga serigala merupakan moyang dari anjing-anjing yang dapat dikelompokkan dalam berbagai ras.
Ciri khas familia ini antara lain tubuhnya atletis memanjang, telinga dan moncongnya meruncing ke bagian ujung, memiliki indra penciuman yang tajam, kemampuan berenang dan berlari lebih cepat dibandingkan familia canidae Iainnya. (PudjiRahardjo, 1985)
Perhimpunan Kinologi Indonesia (PERKIN) adalah organisasi yang bertanggungjawab membina dan mensertifikasi (S.K. Menteri Pertanian No.SK.851MP/1964) berbagai jenis anjing ras di tingkat nasional.
Roesbandi (1985) dari Biro Penelitian dan Pengembangan, PERKIN merekomendasikan 4 wilayah di Indonesia yang berpotensi sebagai kawasan plasma nutfah anjing yaitu:
Wilayah Sumatra Barat dan sekitarnya: Anjing Sumatra Barat
Wilayah Pegunungan Dieng-Jawa Tengah: Anjing Dieng
Wilayah Pegunungan Bromo -Jawa Timur (dikenal juga sebagai kawasan pegunungan Tengger): Anjing Tengger
Wilayah Pegunungan Batur dan sekitarnya(Pulau Bali), dikenal sebagai kawasan Kintamani: Anjing Kintamani (Bali)
Dari keempat wilayah tersebut Anjing Kintamani (Bali) ditetapkan sementara keberadaannya sambil diteliti lebih lanjut sejak Kontes dan Pameran Pertama Anjing Kintamani (Bali), yang diselenggarakan pada tanggal 03 November 1985 di DenpasarBali.
Sejak tahun 1988 PERKIN menerbitkan Sertifikasi-Silsilah S.K. Ketua Umum PERKIN No. 11/KU/PP/III/1988 khusus untuk Penelitian Anjing Bali warna putih spesifik. Namun walaupun telah ditetapkan sementara, Pengamatan, Penelitian dan Pemuliabiakan terus ditumbuhkembangkan sampai Federation Cynologique Internationale ‘FCI) mensyaratkan pemilik kennel-kennel Anjing Kintamani yang terdaftar pada PERKIN memberikan hasil Pemuliabiakanperformans fenotip pada generasi ke XV sama dengan generasi I dari minimal 10 kennel yang ada.
Secara fenotip Anjing Kintamani mudah dikenal; dapat dibandingkan dengan jelas antara Anjing Kintamani dengan anjing-anjing Lokal yang ada, ataupun anjing hasil persilangan antara ras yang sama maupun persilangan lainnya.
Melalui uji pengamatan lapangan dengan membandingkan antara Anjing Kintamani dari hasil kennel pemuliabiakan dan Anjing Kintamani di kawasan Kintamani, disusunlah Deskripsi dan Standar Fenotip Anjing Kintamani (Bali) meliputi ciri-ciri umum, sifat-sifat umum, tinggi badan/gumba, dasar pigmentasi kulit, bentuk kepala, telinga, mata, hidung, gigi, bentuk leher, bentuk badan, kaki dan ekor mempunyai kesamaan. Perbedaannya pada distribusi warna bulu dan ditetapkan pada tanggal 16 Oktober 1994. Standar ini dipakai sebagai acuan dasar pada setiap Kontes dan Pameran Anjing Bali dan mendapat pengakuan PERKIN (Dharma.M.N. Dewa; PudjiRahardjo; Kertayadnya I.G, 1994.).
Untuk mempercepat pengakuan dari Federation Cynologique Intemationale, dalam memenuhi ketentuan/persyaratan perlu upaya-upaya secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu upaya adalah meneliti hubungan antara stuktur dan profil DNA distribusi warna bulu putih spesifik secara genotip dengan fenotip warna bulu putih spesifik pada Anjing Kintamani.
Distnibusi warna bulu pada Anjing Kintamani dapat dikelompokkan menjadi 4 macamyaitu:
Wama bulu putih sedikit kemerahan dengan warna coklat-kemerahan pada telinga, bulu di bagian belakang paha dan ujung ekornya
Warna hitam mulus atau dengan dada putih sedikit
Warna cokiat muda atau cokiat tua dengan ujung moncong kehitaman, sering disebut oleh masyarakat sebagai wama Bang-bungkem
Wama dasar coklat atau coklat muda dengan garis-garis warna kehitaman, yang oleh masyarakat disebut warna Poleng atau Anggrek
(Dharma.M.N. Dewa; Pudji-Rahardjo; Kertayadnya I.G. 1994)
Standar Performans Fenotip Anjing Kintamani (Bali) Bulu Putih Spesifik
Untuk memperoleh Standar Anjing Kintamani (Bali) diperlukan pengamatan dan penelitian yang terus menerus dan berkelanjutan. Gambaran sementara yang dapat dilihat dari keunggulan Anjing Kintamani (Bali) dari hasil pengamatan lapangan dan hasil pemuliabiakan pada Anjing Kintamani (Bali) yang berbulu putih spesifik dapat diuraikan sebagai berikut:
Ciri-ciri Umum : Anjing ini dapat digolongkan dalam kelompok anjing jenis pekerja (working dog) dengan ukuran sedang, memiliki keseimbangan tubuh dan proporsi tubuh yang baik dengan pertulangan kuat yang dibungkus oleh otot yang kuat, sebagai anjing pegunungan memiliki bulu yang panjang (moderat) dengan warna putih spesifik, hitam atau cokelat.
Sifat-sifat Umum: Anjing Kintamani memiliki sifat pemberani, tangkas, waspada dan curiga yang cukup tinggi. Merupakan anjing penjaga (guard dog) yang cukup handal, sebagai pengabdi yang baik terhadap pemiliknya, loyal terhadap seluruh keluarga pemilik dan tidak lupa pada pemilik atau perawatnya. Anjing Kintamani (Bali) suka menyerang anjing atau hewan lain yang memasuki “wilayah kekuasaannya” dan juga menggaruk-garuk tanah sebagai tempat perlindungan. Pergerakannya bebas, ringan dan lentur.
Bentuk kepala : Kepala bagian atas lebar dengan dahi dan pipi datar, moncong proporsional dan kuat terhadap ukuran bentuk kepala, rahang tampak kuat dan kompak, memiliki gigi-geligi kuat dengan gerakan gigi seperti menggunting, bibir berwama hitam atau cokelat tua. Telinganya tebal, kuat, berdiri berbentuk V terbalik dengan ujung agak membulat. Jarak antara kedua telinga cukup lebar, panjang telinga kurang lebih sama bila dibandingkan dengan jarak antara dasar dua telinga bagian dalam dengan sudut mata luar.
Mata berbentuk lonjong seperti buah almond dengan bola mata berwarna cokelat gelap dan bulu mata berwarna putih. Hidung berwarna hitam atau cokelat tua dan warna hidung ini sering berubah karena penambahan umur dan musim.

Tinggi dan bentuk badan : Anjing Kintamani jantan mempunyai tinggi 45 cm-55 cm dan anjing betina 40 cm-45 cm. Dengan warna bulu kebanyakan berwarna putih spesifik (sedikit kemerahan) dengan warna merah kecoklatan (krem) pada ujung telinga, ekor dan bulu dibelakang paha. Warna lainnya adalah hitam mulus dan cokelat dengan moncong berwarna hitam (bangbungkem), pigmentasi kulit, hidung, bibir kelopak mata, skrotum, anus dan telapak kaki berwarna hitam atau cokelat gelap.
Lehernya tampak anggun dengan panjang sedang, kuat dengan perototan yang kuat pula. Dada dalam dan lebar, punggung datar, panjangnya sedang dengan perototan yang baik. Badan anjing betina relatif lebih panjang dari jantan. Anjing Kintamani (Bali) memiliki bulu krah (badong) panjang berbentuk kipas di daerah bahu (gumba),;makin panjang bulu badong makin baik.
Kaki agak panjang, kuat dan lurus jika dilihat dan depan atau belakang. Tumit tanpa tajir, gerakan kaki ringan. Ekor bulunya bersurai, posisinya tegak membentuk sudut 45o atau sedikit melengkung tetapi tidak jatuh atau melingkar di atas pinggang atau jatuh ke samping. Makin panjang bulu ekor makin baik .(Dharma D.M.N.; Pudji Rahardjo.; Kertanyadnya I.G. 1994)
Deoxyribo Nuklease Acid (DNA)
Semua mahluk hidup memiliki materi genetik untuk mempertahankan kelangsungan struktur, sifat, fungsi, aktivitas kimia dalam selnya. DNA merupakan salah satu jenis asam nukleat yang berperan sebagai materi genetik yang menurunkan sifat tertentu dan suatu generasi ke generasi turunannya. Materi ini yang mengarahkan pembentukan protein dan RNA tertentu yang penting dalam sel mahiuk hidup. DNA juga yang mengatur pertumbuhan dan pembelahan set, termasuk informasi untuk diferensiasi sel sehingga terbentuk tumbuhan, hewan, manusia dan organisma lainnya.
Unit penyusun DNA adalah nukleotida (mononukleotida) yang tersusun dan gugus fosfat, basa nitrogen dan gula pentosa. Basa nitrogen berasal dari kelompok purin, adenin, dan guanin serta pirimidin, sitosin dan timin (Toha.A.H.A. 2001).
Materi genetik, DNA selalu dalam keadaan aktif. Aktivitas ini tentu saja berhubungan dengan ekspresi gen itu sendiri dan juga aktivitas tambahan seperti replikasi, perbaikan dan rekombinasi. Ekspresi gen berkaitan dengan proses transkripsi dan translasi untuk mensintesis protein, sedangkan proses replikasi, perbaikan dan rekombinasi berkaitan dengan perbanyakan terarah terhadap DNA yang ada pada mahluk hidup.
Pola warna bulu pada Anjing
Warna bulu pada anjing memberikan pesona tersendiri bagi para penggemamya, sedangkan masing-masing anjing mempunyai karakteristik tersendiri terhadap penampilan warna bulu, untuk memben pengertian pada para penggemar perlu kiranya di informasikan tentan pola warna buki pada anjing. Berkaitan dengan warna bulu pada anjing kintamani, dan hasil pengamatan lapangan ditetapkan ada empat bulu standart dan dari ke empat warna bulu itu dominan anjing kintamani berbulu putih spesifik, maka secara teori thpat dijelaskan pada uraian dibawah ini.
Sumber semua warna rambut, bulu, kulit dari mata pada mamalia adalah melanin. Ada dim macam melanin pada mamalia, yaitu melanin hitam (Eumelanin) dari melanin merah (Phaeomelamn), warna-warna yang muncul pada mamalia merupakan kombinasi dari kedua macam pigmen ini. Warna bulu rambut, bulu dari kulit dikontrol oleh gen-gen yang terletak pada beberapa lokus yang mempengaruhi sintesis pigmen melalui keija enzim, demikian juga dengan penyebaran dari lokasi granul pigmen pada sel kulit dari rambut.
Pada anjing terdapat sepuluh lokus yang terlibat thiam penentuan wama, lima diantaranya sama seperti kuda yaitu warna hitam (genotypenya aaB-E-), Cokelat (genotypenya aabbE-), warna bay dengan bintik hitam (genotypenya A-B-E-), wama bay dengan bintik-bintik cokelat (genotypenya A-bbE-), dari warna chesnut(genotyptnya AD-ee ; A-bbee; aaB-ee dari aabbee).
Paling sedikit terdapat empat alel path lokus A (agauti) semua ale! itu dapat diamati pada anjing gembala jerman Ale! A” yang paling dominan menghasilkan warna krem atau abu-abu dengan warna cokelat atau cokelat muda pada bagian punggung,. Alel A” resesif terhadap A’ dari menghasilkan warna seperti yng pertama, tetapi dengan punggung berwarna hitam.Alel ketiga athlah a’ (resesif terhadap A” dari a”) yang menghasilkan warna hitam atau cokelat tua. Warna seperti ini banyak dijumpai pada anjing Doberman. Ale! yang paling resesif adalah a yang menghasilkan warna hitam (aa).
Gen-gen pada lokus Bakan menentukan apakah eumelanin akan menjadi hitam (aaB-) atau cokelat (aabb), gen b (cokelat) resesif terhadap B dari epistasis terhadap aa. Gen dominan pada lokus E memungkinkan terjadinya sintesis eumelamn (hitam atau cokelat). Gen ee akan meproduksi phaeomelanin (merah atau kuning). Genotip ee epistasis terhadap aa, B-, dari bb. Anjing yang bergenotip aaB-E- akan berwarna hitam, dari anjing yng bergenotip aabbE- akan berwarna cokelat dari anjing yang bergenotip aaB-ee akan berwarna merah atau merah kekuningan dengan warna gelap pada bagian hidung dari mulut, sedarigkan anjing yang bergenotip aabbee akan berwarna kuning dengan warna merah muda pada bagian hidung dari mulut. Sedarigkan wama-wama dilusi dikontrol oleh gen-gen yang ada pada lokus C dari D. Gen domonan pada lokus C akan menghasilkan warna penuh. Ale! chinchilla (C~ ) yang resesifterhadap C akan mendilusi warna cokelat menjadi warna krem, merah didilusi menjadi kumng muda atau warna keemasan. Ale! ini tidak mempengaruhi eunie!anin.
Anjing wanna putih dengan mata berwarna merah muda sangat jarang dijumpai, warna seperti liii ditemukan selain pada anjing pikingese juga terdapat pada anjing kintamani (Bali). Narnun sampai sekarang masih belum jelas apakah warna ml dikontrol oleh gen pada lokus albino (cc) atau oleh gen-gen lain yang terletak pada lokus lain.
Gen dilusi dd akan mempenganuhi kedua jenis melanin, gen mm akan mendilusi wama hitam menjadi kebiruan yang serrng dijumpai pada anjing poodle dari greyhound. Gen ini juga mendilusi wama coke!at dari kuning. Pola bercak putih yang tidak beraturan (piebald) diwariskan secara resesif(ss). Alel yang dominan (S) menghasilkan pola warna polos. Anjing putih dengan mata yang berwarna akan dihasilkan jika terdapat gen resesif pada lokus W (ww). Gen warna abu-abu yang pemunculannya selaras dengan semakin bertambahnya usiajuga ditemukan pada anjing (gen G).
Gen dominan I pada lokus T mengakibatkan wama totol-totol pada tidak terlihat pada saat anjing dilahirkan. Namun akan muncul secara berangsur-angsur dengan semakin bertambahnya umur. Pola warna seperti ini banyak dijumpai pada anjing jenis dalamation dari setter. Gen kodominan M yang dalam keadaan heterozigot (Mm) akan menambah jumlah totol-totol pada tubuh. Jika dalam keadaan homozigot (MM) akan dihasilkan warna yang hampir putih dengan warna mata biru muda dari beberapa kelainan seperti, tuli, buta dari abnormalitas.
Kesimpulan
Untuk mendapatkan performan yang kekal pada anjing kintamani (bali) walaupun telah ditetapkan sementara standart performan fonotype, perlu kiranya dicari profil DNA antara anjing kintamani yang telah dimuliabiakkan dibandingkan dengan profil DNA anjing kintamani yang berada dilapangan.
Bulu dari warna bulu adalah salah satu bagian yang membuat daya tarik tersendiri bagi para penggemar, untuk mendapatkan standar yang tetap diperlukan pengkajian yang lebih mendalam melalui pengamatan dari penelitian secara seksama.
Kepustakaan
Dharma. Dewa.M.N.; Pudji Rahardjo; Kertanyadnya I.G. Deskripsi dan Standart Anjing Bali, Bidang Penelitian dari Pengembangan, Perkumpulan Penggemar Anjing Trah Bali (PANTRAB)
Hardjosubroto.W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di lapangan, Penerbit P.T. Gresmndo Palmerah Selatan 22-28 Jakarta 10270. Hal 1-5
Noor .Ronny Rachman. 2000. Genetika ternak, cetakan ke II Penerbit Penebar Swadaya Jakarta. Hal 81-86.
Pudji Rahardjo, 1984. Prevalensi Pemetaan Populasi Jenis bulu Anjing ( Bulu panjang, bulu sedang, bulu pendek) di Kawasan Pulau Bali. Program Studi Kedokteran Hewan, Universitas Udayana Denpasar.
Pudji Rahardjo, 1985. Mencari Anjing Ras Asli Bali, makalah seminar, Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Udayana Denpasar.
Toha.A. Abdul Hamid. 2001. Deoxynibo Nucleac Acid, cetakan I, Penerbit Alfabeta Gerlong Hilir 88 Bandung 40152. Hal .5.