2/23/2005

Kintamani - Anjing Bali

standar - artikel - links

Sekilas Tentang Pengalaman Pribadi dalam Sejarah dan Perkembangan Anjing Kintamani (Bali)

oleh : drh. Pudji Rahardjo


Pendahuluan

Diperkirakan ada sekitar 400 ras jenis anjing di dunia telah terdaftar pada Federation Cynologique Internationale (F.C.I.) dan barangkali baru setengahnya terdaftar pada PERKIN (Perkumpulan Kinologi Indonesia), dan ada kemungkinan jumlah tersebut terus bertambah baik oleh adanya persilangan maupun pengenalan ras baru dan hasil rekayasa manusia.
Pulau Bali yang memiliki beberapa jenis plasma nutfah flora dan fauna seperti Salak Bali, Jeruk Bali, Jalak Bali, Sapi Bali, barangkali di tahun mendatang menghasilkan plasma nutfah barn yaitu Anjing Kintamani (Bali) dan akan menjadi Anjing Ras pertama di Indonesia.

Anjing Bali yang lazim disebut Anjing Kintamani adalah jenis anjing lokal yang banyak dijumpai di kawasan pegunungan Batur. Karena habitatnya di kawasan pegunungan sebágai kompensasi bulunya tebal dan berfungsi sebagai selimut tubuhnya. Anjing ini sebenarnya sudah dikenal lama oleh masyarakat Bali, sejak tahun 1970-an telah diperjualbelikan oleh masyarakat setempat, di kawasan wisata Kintamani juga di daerah perkotaan seperti Denpasar. Di beberapa kota besar yang berada di Pulau Jawa misalnya Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang masyarakat penggemar anjing juga mengenalnya. Di manca negara seperti Belanda, Perancis Belgia, Australia, Amerika, Jepang juga mengenal Anjing Bali, hal ini terjadi karena ketika penggemar dan manca negara tinggal di Bali, pada waktu kembali ke negaranya anjing kesayangannya juga dibawa dan dikembangkan, sehingga keturunannya dapat menyebar ke negara lain yang berdekatan.

Kenapa anjing ini dapat dikembangkan di seluruh wilayah?
Karena memiliki keunggulan utama yaitu berasal dan daerah bebas dan penyakit Rabies
Kalangan masyarakat menciri anjing ini tidak terlalu besar, juga tidak tergolong kecil, dengan bentuk tubuh yang tampak kokoh dengan bagian-bagian yang serasi menjadikan anjing ini tampak dinamis dan serasi, mempunyai tinggi gumba rata-rata antara 40 Cm-55 Cm, proporsi letak mata, telinga, moncong, giginya menggunting serasi dengan bentuk kepala dan leher tampak kokoh dengan dahi datar agak melengkung. Berbulu Gembrong (tebal) di daerah gumba terdapat Badong.

Badong adalah bulu yang lebih panjang bila dibandingkan dengan bulu yang terdapat di punggung dan berbentuk kipas yang memanjang sampai pangkal ekor. Dilengkapi bentuk kaki yang lurus dan serasi, ekornya keatas membentuk sudut 45 derajat dan pangkal ekor dengan ujung ekor yang terurai, seperti umbul-umbul.

Seperti anjing yang ada di dunia Anjing Bali (Kintamani) dikelompokkan dalam suku Canis familiaris var Bali-Kintamani. Dikatakan demikian karena habitat dan kawasan sebaran populasi meliputi Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, Provensi Bali. Pada tahun 1980 an di desa Sukawana yang paling banyak populasinya,sehingga daerah ini dianggap sebagai asal-usul Anjing Bali (Kintamani), bahkan sebagai kawasan plasma nutfah, namun asal-usul yang pasti belum banyak diungkapkan atau diketahui melalui penelitian dan kepustakaan, hanya sekedar opini dan wacana.

Hampir mirip dengan Anjing Bali terdapat juga di kawasan pegunungan benua Australia (Konsultasi pnbadi dengan drh. Gde Kerta Yadnya, 1985), di kawasan pegunungan negara Thailand (Konsultasi pribadi dengan drh. Roesbandi,1985), dan di kawasan gunung Fuji yang terletak di Pulau Honshu.- Jepang (Konsultasi pribadi dengan Atsuko H, 1985) Masyarakat Pulau Bali, khususnya masyarakat Kintamani telah lama mengenal dan memelihara Anjing Kintamani sebagai anjing khas Pulau Dewata. Keberadaannya dikenal sebagai Anjing Gembrong berasal dari Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Namun hanya sebagian kecil masyarakat memelihara secara intesif, sedangkan kebanyakan kurang mengurus anjingnya dan dibiarkan berkeliaran, kadang lupa memberi makan, walaupun rasa memiliki anjing tersebut tetap besar. Ironisnya sampai saat ini sebagian masyarakat ada yang beranggapan setiap anjing yang berbulu tebal (gembrong) berasal dan daerah Kintamani tanpa ciri-ciri yang jelas disebut Anjing Kintamani. Pemyataan itu tidak bisa disalahkan, karena sejarah Anjing Kintamani sampai sekarang belum ada yang mengungkapkan asalusulnya., yang banyak ditulis adalah hubungan manusia dan anjing. Diisyaratkan melalui legenda, hikayat, dongeng-dongeng ataupun melalui lukisan ataupun relief pahatan para seniman pada masanya. Bahkan Cites Gilimanuk hanya mengungkap keberadaan hubungan antara manusia dan anjing. Barangkali hubungan ini terjalin sejak era Bali kuno.

Perjalanan Sejarah

Mulai tanggal 05 Mei 1981 sampai dengan bulan Mei 1982 penulis berbekal Niat, Tekat, Hobby dan Pengalaman yang sedikit mencoba melakukan pengamatan terhadap seluruh populasi anjing yang ada di Pulau Bali, dan dapat disimpulkan secara umum terdapat 3 performan:
Anjing Bastar yaitu perpaduan antara anjing ras dengan anjing ras tak sejenis atau persilangan antara anjing local dan ras tertentu, sehingga mempunyai performan yang vaniatif, kebanyakan berada di kota Denpasar dan kota-kota kabupaten serta daerah Kecamatan Kuta.

Anjing berbulu pendek, anjing ini seperti yang terdapat di kota-kota di Pulau Jawa atau kota lainnya dan umunmya disebut dengan anjing gladak. Di Bali banyak dijumpai di daerah dataran rendah dan kawasan pantai seperti Gilimanuk.

Anjing berbulu tebal (gembrong), banyak dijumpai di daerah dataran tinggi atau daerah pegunungan. Anjing jems ini dominan populasinya di kawasan pegunungan Batur- Kintamani.
Setelah melihat performan secara umum,dilanjutkan mengamati distribusi warna bulu pada anjing-anjing yang berbulu pendek dan dilanjutkan pada anjing-anjing yang berbulu tebal (gembrong). Hasil pengamatan yang dilakukan pada Juni 1982, terhadap anjing-anjing berbulu pendek yang berada di lingkungan Banjar Dharma Santhi dan sekitarnya di- peroleh data warna Ilitam-Putih mendominasi 57,8 %, Warna Putih 17,1 % dan wama Hitam 9,3 %. Dan jumlah populasi 64 ekor.

Pada bulan Juli 1982 dilakukan pengamatan terhadap Anjing Gembrong di Banjar Dharma Santhi dan sekitarnya, diperoleh data Anjing Berbulu Putih Spesifik dominan yaitu yaitu 42,1%, Hitam 18,4 %, Hitam-Putih 15,7 %, warna lainnya 23.5 % (Coklat-Putih; Cokiat Kemerahan atau Blangbungkem; Hitam-Coklat-Putih atau disebut warna Anggrek/Poleng), dari jumlah populasi 38 ekor.

Pada tanggal 13 Mci 1984 penulis berkenalan dengan Bapak Letkol-Pol. Drs.Gde Made Wismaya menjabat KaSat Serse POLDA Nusra, beliau ini menaruh perhatian yang besar terhadap anjing-anjing yang ada di Pulau Bali dan melatih anjing-anjing lokal tersebut sebagai alat Sistim Pengamanan Lingkungan, ternyata cukup berhasil walaupun tidak sehebat anjing-anjing ras yang dimiliki oleh POLDA-NUSRA pada waktu itu. Hal ini mendorong penulis untuk lebih optimis bahwa anjing-anjing yang jauh dan kasih sayang perniliknya dan sehari-hari mengkais makanan di tempat sampah, bila diperlakukan dengan baik serta mendapat didikan yang baik dapat bermanfaat ganda yaitu sebagai pet animal (hewan kesayangan) dan karya guna.
Selanjutnya dilakukan penelitian dengan judul Prevalensi Pemetaan Populasi Jenis Bulu Anjrng Di Kawasan Pulau Bali, kesimpulannya dan hasil analisa statistik pada anjing bulu tebal (gembrong) populasinya tinggi di daerah dataran tinggi dan dataran sedang, bila dibandingkan dengan anjing-anjing berbulu pendek ataupun berbulu panjang. Di dataran rendah anjingjenis bulu pendek dominan populasinya, sedang anjing jenis bulu panjang dominan populasinya di dataran tinggi.

Bulan Februari 1985 dengan Dra. Wenny.E.Ressang. Groenewegen,DVM, beliau adalah istri Prof.Dr. Abdul Aziz Ressang,DVM,MD. Yang pada waktu itu diperbantukan oleh WAD Project dalam Bali Cattle Disease Investigation Unit berkedudukan di Denpasar - Bali. Ibu W.E.Ressang ini seorang kinolog dan berpengalarnan sebagai pembiak anjing di Wekerom - Belanda, penulis banyak berguru kepada beliau tentang segala sesuatu rnengenai peranjingan, dan secara bersama-sama melakukan pengamatan terhadap adanya kesempatan Anjing Bali sebagai model Ras pertama Indonesia. Pada saat itu pula melalui diskusi perhatian penulis dialihkan kepada jenis anijng berbulu gembrong dan diberikan contoh apa yang telah beliau lakukan yaitu memuliabiakkan anjing gembrong warna putih spesifik, sepasang anjing dinamai Cicing (jantan), Kinta (betina), penulis memelihara anjing berbulu gembrong berwarna putih spesifik jantan bemama Rambo kelahiran Tajun 22 September 1985 dan sebelumnya telah memelihara seekor betina warna poleng (anggrek) dengan nama Kreg dipungut dari pinggir jalan karena dibuang oleh pemiliknya pada tangal 17 November 1984. Pada bulan Agustus 1985 Kreg dikawinkan dengan Broni anjing jenis bulu yang sana temyata dan 4 ekor anaknya, 3 ekor distribusi warna nya sangat berbeda dengan induk dan pejantannya, sedang 1 ekor sama dengan induk dan pejantannya. Sedangkan perkawinan Cicing dan Kinta menghasilkan 3 ekor anak betina nama Ayu, Asih, Arie, semua ditribusi warna bulu mirip dengan induk dan pejantannya. Akhirnya penulis mengikuti langkah yang dilakukan oleh Ibu W.E.Ressang, dengan membeli seekor betina bernama Batur dan Pan SiwaKintamani. Diikuti pula oleh drh.Hartaningsih,MVSc, dengan anjing betina bernama Lulus, drh,Mas Djoko Rudyanto dengan anjing betina bernama Tessy dan drh. Dewa Made Ngurah Dharma,MSc dengan anjing jantan bernama Polong, anjing betina bernama Novi.

Pada saat itu Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang Bali dijabat Bapak drh.I Gusti Ketut Oka Ranuh, melalui kelakar santai penulis ungkapkan tentang hal-hal yang telah dilakukan Ibu W.E. Ressang dan penulis ternyata mendapat sambutan dan Bapak Oka Ranuh dan melalui Pertemuan Ilmiah bulanan P.D.H.I cabang Bali pada tanggal 10 Mei 1985 Dra. W.E.Ressang-Groenewegen,DVM orasi dengan judul Dapatkah Anjing Kintamani dijadikan Ajing Ras. Dilanjutkan oleh penulis pada tanggal 26 Juli 1985 dengan judul Mencari Anjing Ras Asli Bali. Kemudian diadopsi sebagai program kegiatan P.D.H.I. cabang Bali dan pada tanggal 3 November 1985 digelar Kontes dan Pameran Anjing Bali yang pertama.

PERKIN (Perhimpunan Kinologi Indonesia) merespon hal tersebut dan berangsur-angsur memberikan bimbingan teknis dan mensertifikasi hingga sekarang.

Dalam perjalanannya para pemerhati mendirikan Yayasan Dharma Saramnya Bali kemudian menjadi Yayasan Anjing Bali. Selanjutnya para penggemar membentuk paguyuban penggemar bernama PANTRAB (Perkumpulan Penggemar Anjing Trah Bali). Karena PERKIN cabang Bali belum terbentuk dan untuk mempermudah komunikasi antara PERKIN Pusat dengan para penggemar anjing trah Bali, sebagai perpanjangan tangan PERKIN di Bali dibentuk suatu wadah yang dinamakan Komisi Anjing Bali yang para pengurusnya perpaduan antara pengurus PERKIN Pusat dan pengurus PANTRAB.
bersambung........